My Superman

Setiap anak kecil punya superheronya masing-masing, begitu pula dengan saya. Sejak kecil saya mengidolakan superhero saya ini, hingga sekarang tidak berubah. Saya yakin bahwa hingga kapanpun tokoh idola saya ini akan tetap saya idolakan, selalu. Ada berbagai macam idola, tapi bagi saya Ayah saya adalah idola nomor satu. He is my superman, he always be. Saya mengakui bahwa ini adalah pemikiran subjektif belaka. Tetapi bagi saya, Ayah saya adalah Ayah terbaik diseluruh dunia. Saya termasuk orang yang beruntung karena dapat merasakan hidup bersama dengan Ayah selama 21 tahun. Dua puluh satu tahun ini merupakan saat-saat indah yang tidak akan pernah ada gantinya.

Ayah memberikan berbagai cerita yang akan selalu saya kenang hingga akhir nanti. Jika bercerita tentang idola saya yang nomer satu ini, pasti akan banyak sekali cerita. Dari cerita yang manis hingga cerita yang manis sekali. Indeed, my dad is the best daddy in the world! Hingga sekarang ini Ayah saya tidak pernah ‘main tangan’ sama anak-anaknya. Ayah tidak pernah memukul anak-anaknya, seberapa pun bandelnya saya. Ayah saya juga bukan tipe orang yang gampang marah, beliau adalah orang yang sabar dan tenang. Jadi, kalau Ayah sampai marah, berati saya telah membuat kejahatan kriminal yang tidak bisa ditolerir lagi. Sekali saya pernah membuat Ayah saya marah, hingga benar-benar marah. Tetapi saat itu beliau tidak memukul saya, hanya berkata “Ayah cuma punya anak satu yang namanya Pipit, kalau kamu nakal, terus ilang, Ayah musti gimana?” sudah itu saja. Namun perkataan Ayah saya itu langsung membuat saya sadar, bahwa apa yang saya lakukan benar-benar keterlaluan. Lalu saya pun berhenti melakukan kejahatan itu dan tidak mengulanginya lagi.

Dibalik mukanya yang garang (begitu kata beberapa teman saya), Ayah adalah orang yang humoris. Ayah memang jarang sekali tersenyum apabila difoto, mungkin karena itu beberapa teman saya mengatakan ayah saya galak. Meskipun demikian, Ayah saya adalah orang yang humoris. Lucu banget malah. Ada saja yang bisa dilakukan Ayah untuk membuat saya, ibu dan adik tertawa terbahak-bahak. Ayah juga sering mengeluarkan joke-joke lucu yang menghibur. Ayah juga suka menghabiskan waktu bersama dengan keluarga. Jika akhir pekan tiba, Ayah selalu mengajak kami jalan-jalan kemana-mana, dari mulai keliling kota, hingga naik gunung. Seringnya kami menghabiskan waktu bersama inilah yang membuat keluarga kami dekat hingga tidak ada jarak. Kesukaan Ayah untuk berjalan-jalan bersama keluarga ini menjadi inspirasi bagi saya untuk melakukan hal yang sama bagi anak-anak saya kelak.

Ayah juga motivator yang ulung. Ayah memberikan kepercayaan disaat orang lain tidak. Ayah memberikan kepercayaan bagi saya ketika tidak ada seorangpun yang mempercayai saya dapat melakukan hal-hal yang sulit. Karena sifat Ayah inilah, akhirnya saya bisa melakukan hal-hal yang nampaknya mustahil untuk dilakukan. Ayah pernah mendorong saya untuk mengikuti speech contest tingkat provinsi yang awalnya saya tolak mentah-mentah. Ngga pede alasan saya waktu itu, tapi Ayah bilang saya mampu melaksankannya. Akhirnya karena dukungan Ayah dan Ibu, saya mampu membawa pulang trofi juara pertama dari perlombaan itu. Ayah yang memberikan semangat agar anak-anaknya bisa terus maju. Ayah mendorong kami untuk terus mencoba dengan berbagai hal. Ayah juga memfasilitasi kami untuk terus maju. Jangan pikirkan biaya, teruslah maju demikian kata Ayah. Karena fasilitas inilah akhirnya saya dan adik bisa melakukan berbagai hal seperti saat ini.

Di mata saya, adik, dan Ibu, Ayah kami adalah Ayah terbaik di seluruh dunia. Oleh karena itu, berat bagi kami melepas Ayah pergi. Kepergian Ayah yang begitu mendadak masih serasa mimpi. Saya selalu berharap bahwa ini hanya mimpi, dan apabila saya membuka mata saya dapat bertemu dengan Ayah saya. Tetapi yang sudah pergi tidak akan kembali lagi, betapa pun kerasnya saya meminta dan memohon kepada Tuhan.

Ketika Ayah pergi, air mata pun sampai kering. Saya bahkan sudah tidak mampu menangis lagi. Mungkin saya sudah menggunakan semua persediaan air mata hingga menangis pun tidak bisa lagi. Lima Agustus adalah hari perpisahan dengan Ayah. Ketika Ayah mendapatkan serangan jantung yang akhirnya membawanya pergi, saya sempat berdoa agar Allah tidak mengambil Ayah saat itu. Saya bahkan memohon untuk membawa saya saja, bukan Ayah saya. Tetapi Allah mempunyai rencana lain. Pada pukul lima lewat, dokter memberikan keputusan final bahwa jantung Ayah sudah tidak berdetak lagi. Ya Allah, saya sudah tidak punya Ayah lagi. Innalilahi wa innailaihi roji’un. Semua yang berasal dari Allah akan kembali kepadaNya.

Ayah kemudian dimakamkan dengan upacara militer pada tanggal 6 Agustus 2009. Sebelumnya saya belum pernah mengikuti upacara pemakaman militer, ironisnya upacara pemakaman pertama yang saya ikuti adalah upacara pemakaman Ayah saya. Pada waktu itu, saya berusaha sekuat tenaga untuk tidak menangis. Saya sadar betul bahwa Ayah pasti akan sedih sekali apabila melihat saya, adik dan ibu menangis dan sedih. Saya yakin ayah pasti akan merasa senang apabila saya mampu melalui semua ini. Saya menyesal saya belum sempat meminta maaf atas semua kesalahan saya kepada ayah. Saya sangat menyesal karena belum bisa menunjukkan kepada Ayah bahwa saya sangat menyayangi Ayah. Selama ini saya cuek, terlalu cuek malah, seandainya saja saya tahu, seandainya saja saya dapat memutar kembali waktu. I really want him to know that I love him so much. I wake up every morning wishing one more time to face him. hmm… ikhlas mudah diucapkan tetapi susah dilaksanakan. Somehow I’ll try. Bismillahirohmanirohim. Ya Allah, kuat kan lah kami. Selamat jalan ayah, sampai berjumpa lagi. Pipit sayang ayah. Pipit sayang sekali sama ayah. I love you dad, you are the best dad in the world!

One thought on “My Superman

Leave a reply to gya Cancel reply